Ringkasan Bukunya Anis Matta :
DELAPAN MATA AIR KECEMERLANGAN
Penulis : Anis Matta, Lc
Penulis : Anis Matta, Lc
Membaca buku ini akan mengantarkan kita kepada pengenalan akan cara
menguatkan kualitas diri. Diawali dari kesadaran akan peran, Delapan
Mata Air Kecemerlangan akan menegaskan bahwa tujuan hidup itu sudah
given.
Yang harus kita lakukan adalah memilih peran. Tetapi memaksimalkan peran harus kita lakukan dengan memahami satuan waktu sebagai bekal untuk menghasilkan satuan amal. Selebihnya adalah bagaimana kita bermanfaat bagi sesama.
Yang harus kita lakukan adalah memilih peran. Tetapi memaksimalkan peran harus kita lakukan dengan memahami satuan waktu sebagai bekal untuk menghasilkan satuan amal. Selebihnya adalah bagaimana kita bermanfaat bagi sesama.
Mata Air Pertama: Konsep Diri
Konsep diri adalah suatu kesadaran pribadi yang utuh, kuat, jelas, dan mendalam tentang visi dan misi hidup; pilihan jalan hidup beserta prinsip dan nilai yang membentuknya; peta potensi; kapasitas dan kompetensi diri; peran yang menjadi wilayah aktualisasi dan kontribusi; serta rencana amal dan karya unggulan. Konsep Diri menciptakan perasaan terarah dalam struktur kesadaran pribadi kita. Keterarahan adalah salah satu mata air kecemerlangan.
Konsep Diri manusia Muslim adalah kesadaran yang mempertemukan antara kehendak-kehendaknya sebagai manusia; antara model manusia Muslim yang ideal dan universal dengan kapasitas dirinya yang nyata dan unik, antara nilai-nilai Islam yang komprehensif dan integral dengan keunikan-keunikan pribadinya sebagai individu;
antara ruang aksi dan kreasi yang disediakan Islam dengan kemampuan
pribadinya untuk beraksi dan berkreasi; dan antara idealisme Islam
dengan realitas pribadinya.
Mata Air Kedua: Cahaya Pikiran
Perubahan,
perbaikan, dan pengembangan kepribadian harus selalu dimulai dari
pikiran kita. Sebab, tindakan, perilaku, sikap, dan kebiasaan kita
sesungguhnya ditentukan oleh pikiran-pikiran yang memenuhi benak kita.
Bukan hanya itu, semua emosi atau perasaan yang kita rasakan dalam
jiwa kita seperti kegembiraan dan kesedihan, kemarahan dan ketenangan,
juga ditentukan oleh pikiran-pikiran kita. Kita adalah apa yang kita
pikirkan.
Maka,
kekuatan kepribadian kita akan terbangun saat kita mulai memikirkan
pikiran-pikiran kita sendiri, memikirkan cara kita berpikir, memikirkan
kemampuan berpikir kita, dan memikirkan bagaimana seharusnya kita
berpikir. Benih dari setiap karya-karya besar yang kita saksikan dalam
sejarah, selalu terlahir pertama kali di sana: di alam pikiran kita.
Itulah ruang pertama dari semua kenyataan hidup yang telah kita
saksikan.
Mata Air Ketiga : Kekuatan Tekad
Tekad
adalah jembatan di mana pikiran-pikiran masuk dalam wilayah fisik dan
menjelma menjadi tindakan. Tekad adalah energi jiwa yang memberikan kekuatan kepada pikiran untuk merubahnya menjadi tindakan.
Pikiran
tidak akan pernah berujung dengan tindakan, jika ia tidak turun dalam
wilayah hati, dan berubah menjadi keyakinan dan kemauan, serta
kemudian membulat menjadi tekad. Begitu ia menjelma jadi tekad, maka
ia memperoleh energi yang akan merangsang dan menggerakkan tubuh untuk
melakukan perintah-perintah pikiran.
Bila
tekad itu kuat dan membaja, maka tubuh tidak dapat, atau tidak
sanggup menolak perintah-perintah pikiran tersebut. Akan tetapi, bila
tekad itu tidak terlalu kuat, maka daya rangsang dan geraknya terhadap
tubuh tidak akan terlalu kuat, sehingga perintah-perintah pikiran itu
tidak terlalu berwibawa bagi tubuh kita.
Maka,
kekuatan dan kelemahan kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh
sebesar apa tekadnya, yang merupakan energi jiwa dalam dirinya. Tekad
yang membaja akan meloloskan setiap pikiran di sleuruh prosedur
kejiwaan, dan segera merubahnya menjadi tindakan.
Mata Air Keempat: Keluhuran Sifat
Pada akhirnya semua kekuatan internal
–kosep diri, pikiran dan tekad- yang telah kita bangun dalam diri
kita, haruslah bermuara pada munculnya sifat-sifat keluhuran.
Kecemerlangan seseorang di dalam hidup sesungguhnya berasal –salah
satunya- dari mata air keluhuran budi pekertinya. Dari mata air
keluhuran itu, semua nilai-nilai kemanusiaan yang mulia terjalin
menjadi satu kesatuan, dan menampakkan diri dalam bentuk sifat-sifat
terpuji.
Sifat-sifat
itulah yang akan tampak di permukaan kepribadian kita, mewakili
keseluruhan pesona kekuatan kepribadian yang kita miliki, yang
sebagiannya terpendam di kedalaman dasar kepribadian kita. Kekuatan
pesona sifat-sifat keluhuran itu seperti sihir, yang akan menaklukkan
akal dan hati orang-orang yang ada di sekitarnya, atau yang bersentuhan
dengannya secara langsung.
Setiap
sifat memiliki akar tersendiri yang terhunjam dalam di kedalaman
pikiran dan emosi kita. Seperti juga pohon, sifat-sifat itu tersusun
sedemikian rupa di mana sebagian mereka melahirkan sebagian yang lain.
Ada sejumlah sifat-sifat tertentu yang berfungsi seperti akar pada
pohon, yang kemudian tumbuh berkembang menjadi batang, dahan dan ranting,
daun dan buah. Demikianlah kita tahu bahwa semua sifat keluhuran
berakar pada lima sifat: cinta kebenaran, kesabaran, kasih sayang,
kedermawanan, dan keberanian.
Mata Air Kelima: Manajemen Aset Fundamental
Obsesi-obsesi
besar, pikiran-pikiran besar, dan kemauan-kemauan besar selalu
membutuhkan daya dukung yang juga sarana besarnya. Salah satunya dalam
bentuk pengelolaan dua aset fundamental secara baik, yaitu kesehatan
dan waktu.
Fisik
adalah kendaraan jiwa dan pikiran. Perintah-perintah pikiran dan
kehendak-kehendak jiwa tidak akan terlaksana dengan baik, bila fisik
tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima. Kadang-kadang, jumlah
“penumpang” yang mengendarai fisik kita melebihi kapasitasnya dan
membuatnya jadi oleng. Akan tetapi, perawatan yang baik akan menciptakan
keseimbangan yang rasional antara muatan dan kapasitas kendaraan.
Waktu
adalah kehidupan. Setiap manusia diberikan kehidupan sebagai batas
masa kerja dalam jumlah yang berbeda-beda, yang kemudian kita sebut
dengan umur yang terbentang dari kelahiran hingga kematian. Tidak ada
manusia yang mengetahui akhir dari batas masa kerja itu, yang kemudian
kita sebut ajal. Hal itu menciptakan suasana ketidakpastian, tetapi
itulah aset paling berharga yang kita miliki.
Ibarat
menempuh sebuah perjalanan yang panjang, fisik kita berfungsi sebagai
kereta, dan waktu yang terbentang jauh atau dekat, seperti rel
kereta. Seorang masinis boleh menentukan stasiun terakhir yang kita
tuju, tetapi dia harus menjamin bahwa kereta yang dikemudikannya dan
rel yang akan dilewatinya benar-benar berada dalam keadaan baik.
Kesehatan
dan waktu adalah dua perangkat keras kehidupan yang sangat terbatas.
Akan tetapi, manusia-manusia cemerlang selalu dapat meraih sesuatu
secara maksimal dari semua keterbatasan yang melingkupinya.
Mata Air Keenam: Integrasi Sosial
Kemampuan
beradaptasi dengan lingkungan masyarakat di mana kita berada bukan
saja merupakan ukuran kematangan pribadi seseorang, tetapi lebih dari
itu. Sebab, lingkungan sosial kita harus dipandang sebagai wadah kita
untuk menyemai semua kebaikan yang telah kita kembangkan dalam diri.
Dengan
cara pandang ini, maka setiap diri kita akan membangun hubungan
sosialnya dengan semangat partisipasi: menyebarkan bunga-bunga
kebaikan di taman kehidupan masyarakat kita.
Dengan
semangat ini, maka semua usaha kita untuk menciptakan keharmonisan
sosial menjadi niscaya. Bukan saja karena dengannya kita dapat
menyebarkan kebaikan yang tersimpan dalam diri kita, tetapi juga karena
kita menciptakan landasan yang kokoh untuk meraih kesuksesan, berkah
kehidupan, dan kebahagiaan dalam hidup.
Jika
kematangan pribadi merupakan landasan bagi kesuksesan sosial, maka
kesuksesan sosial merupakan landasan bagi kesuksesan lain dalam hidup,
seperti kesuksesan profesi.
Mata Air Ketujuh: Kontribusi
Kehadiran
sosial kita tidak boleh berhenti pada tahap partisipasi. Harus ada
langkah yang lebih jauh dari sekadar itu. Harus ada karya besar yang
kita kontribusikan kepada masyarakat, yang berguna bagi kehidupan
mereka; sesuatu yang akan dicatat sebagai jejak sejarah kita, dan
sebagai amal unggulan yang membuat kita cukup layak mendapatkan ridha
Allah SAW dan sebuah tempat terhormat dalam surga-Nya.
Kontribusi
itu dapat kita berikan pada wilayah pemikiran, atau wilayah
profesionalisme, atau wilayah kepemimpinan, atau wilayah finansial,
atau wilayah lainnya. Namun, kontribusi apa pun yang hendak kita
berikan, sebaiknya memenuhi dua syarat: memenuhi kebutuhan masyarakat
kita dan dibangun dari kompetensi inti kita. Masyarakat adalah
pengguna karya-karya kita, maka yang terbaik yang kita berikan kepada
mereka adalah apa yang paling mereka butuhkan, dan apa yang tidak
dapat dipenuhi oleh orang lain. Akan tetapi, kita tidak dapat berkarya
secara maksimal di luar dari kompetensi inti kita. Karena itu, kita
harus mencari titik temu diantara keudanya.
Caranya
adalah sebagai berikut: buatlah peta kebutuhan kondisional masyarakat
kita, dan kemudian buatlah peta potensi kita, untuk menemukan
kompetensi inti diri kita. Apabila titik temu itu telah kita temukan,
maka masih ada satu lagi yang harus kita lakukan; menjemput momentum
sejarah untuk meledakkan potensi kita menjadi karya-karya besar yang
monumental. Ini semua mengharuskan kita memiliki kesadaran yang
mendalam akan tugas sejarah kita sebagai pribadi, sekaligus firasat
yang tajam tentang momentum-momentum sejarah kita.
Mata Air Kedelapan: Konsistensi
Sebagai
manusia beriman, kita meyakini sebuah prinsip, bahwa bagian yang
paling menentukan dari seseorang adalah akhir hidupnya. Maka,
persoalan paling berat yang kita hadapi sesungguhnya bukanlah mendaki
gunung, tetapi bagaimana bertahan di puncak gunung itu hingga akhir
hayat.
Mengukir
sebuah prestasi besar dalam hidup dan mempertahankannya hingga akhir
hayat, adalah dua misi dan tugas hidup yang berbeda; berbeda pada
kapasitas energi jiwa yang diperlukannya, berbeda pada proses-proses
psikologisnya, berbeda pula pada ukuran kesuksesannya.
Untuk
dapat bertahan di puncak, kita harus menghindari jebakan-jebakan
kesuksesan, seperti rasa puas yang berlebihan atau perasaan menjadi
besar dengan kesuksesab yang telah kita raih. kita harus mempertahankan
obsesi pada kesempurnaan pribadi, melakukan perbaikan
berkesinambungan, melakukan perbaikan berkesinambungan, melakukan
pertumbuhan tanpa batas akhir, dan mempertahankan semangat kerja
dengan menghadirkan kerinduan abadi kepada surga dan kecemasan abadi
dari neraka, serta menyempurnakan semua usaha-usaha manusiawi kita
dengan berdoa kepada Allah untuk mendapatkan husnul khatimah. Semua
itu agar kita menjemput takdir sejarah kita yang terhormat di bawah
naungan ridha Allah SWT, dan agar kita kelak menceritakan episode
panjang kepahlawanan ini kepada saudara-saudara kita di surga.
Sumber :
http://majalahtarbawi.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon komentar sopan dan membangun. Jika tidak, kami akan menghapusnya