Rabu, 26 Juli 2017

Tidak ada Ayyub, Yang ada EYUP

Posted by Unknown On 08.16 No comments
Tidak ada Ayyub, Yang ada EYUB

Saya lanjutkan tentang oleh-oleh dari Turki. Saya berkesempatan ziarah ke Makam Sahabat Nabi bernama Abu Ayub Al Anshori.  Di Turki dikenal dengan nama Eyup. Hidup pada masa Nabi bahkan 4 khalafaurrosyidin. Berada di pihak Ali bin Abi Tholib dalam perseteruan dengan Muawiyah. Siapa dia?
suhartono


Abu Ayyub al-Ansari berasal dari Bani an-Najjar, Ia mendapatkan kehormatan menjadi tuan rumah Rasulullah ketika Nabi Muhammad SAW melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah.
Ketika Rasulullah SAW memasuki Madinah, setiap orang berlomba-lomba agar dia berhenti di rumahnya. Namun, Rasulullah Saw. menunjuk ke arah untanya dan berkata, “Biarkanlah unta ini. Sesungguhnya unta ini telah diperintahkan.” Di depan rumah Malik bin Najjar, duduklah unta tersebut di dekat rumah Abu Ayub al-Anshari atau nama aslinya Khalid bin Zaid. Selama membangun masjid dan rumah, Rasulullah Saw menetap di kediamannya dan Abu Ayub sungguh-sungguh memuliakan kunjungan Rasulullah Saw. Ia bersama istrinya melayani dia dengan pelayanan sebaik-baiknya. Abu Ayub Al-Anshar juga salah seorang yang turut serta dalam bai’at Aqabah kedua. Istrinya adalah teman dekat Sayidah Aisyah. Tatkala penduduk Mekah membicarakan berita bohong yang menuduh Aisyah berselingkuh dengan pria yang bernama Shafwan bin Mu’atthal, ia bertanya kepada Abu Ayub, suaminya, “Wahai Abu Ayub, apakah engkau sudah mendengar pembicaraan orang tentang Aisyah?” Abu Ayub menjawab, “Ya, demi Allah itu adalah dusta.” Lalu Abu Ayub balik bertanya, “Wahai Ummu Ayub, apakah engkau melakukan perbuatan yang mereka tuduhkan kepada Aisyah itu?” la pun menyahut, “Demi Allah, aku tidak melakukan perbuatan itu.” Abu Ayub kembali berkata, “Demi Allah, sesungguhnya Aisyah lebih suci dan lebih bertakwa daripada dirimu.”
Pada saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi tamu di rumah Abu Ayub dan tinggal di ruang bawah, secara tidak disengaja air tumpah ke atas lantai. Ummu Ayub pun takut kalau air itu akan mengenai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun ia tidak menemukan selain sepotong kain sutera yang mahal harganya. Maka, Ummu Ayub pun segera mengambilnya untuk mengeringkan air itu. Semoga Allah meridhai Abu Ayub dan istrinya.
Abu Ayub tidak pernah absen dalam satu peperangan pun. Ia turut bertempur dalam Perang Badar, Uhud dan Khandaq. Pendek kata, hampir di tiap medan tempur, ia tampil sebagai pahlawan yang siap mengorbankan nyawa dan harta bendanya. Semboyan yang selalu diulang-ulangnya, baik malam ataupun siang, dengan suara keras atau perlahan adalah firman Allah SWT dalam At Taubah (9) : 41
“Berjuanglah kalian, baik di waktu lapang, maupun waktu sempit, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui” 
Abu Ayub bergabung dengan Ali bin Abi Thalib untuk menghadapi Mu’awiyah karena Ali pada saat itu adalah Imam kaum Muslimin. Pada saat Mu’awiyah berkuasa, ia rindu untuk ikut berperang, sekalipun usianya telah lanjut. Karenanya, ia pun berangkat bersama pasukan Yazid bin Muawiyah menuju Kostantinopel. Ketika ajal akan menjemputnya, Abu Ayub meminta agar pasukan Muslimin mendekati benteng Konstantinopel bersamanya.
Demikianlah, ketika diketahuinya balatentara Islam tengah bergerak ke arah Konstantinopel, ia segera memegang kuda dan membawa pedangnya, memburu syahid yang sejak lama ia dambakan.
Dalam pertempuran inilah ia menderita luka berat. Ketika komandannya datang menjenguk, nafasnya tengah berlomba dengan keinginannya menghadap Ilahi. Maka bertanyalah panglima pasukan waktu itu, Yazid bin Muawiyah, “Apakah keinginan Anda wahai Abu Ayub?”
Abu Ayub meminta kepada Yazid, bila ia telah meninggal agar jasadnya dibawa dengan kudanya sejauh jarak yang dapat ditempuh ke arah musuh, dan di sanalah ia akan dikebumikan. Kemudian hendaklah Yazid berangkat dengan balatentaranya sepanjang jalan itu, sehingga terdengar olehnya bunyi telapak kuda Muslimin di atas kuburnya, dan diketahuinya bahwa mereka telah berhasil mencapai kemenangan.
Kemudian tentara Islam berperang di hadapannya sampai mereka berhasil meraih apa yang mereka cita-citakan. Abu Ayub pun akhirnya gugur sebagai syahid dan dimakamkan di sana.
Hingga sebelum tempat itu dikuasai orang-orang Islam, orang Romawi dan penduduk Konstantinopel memandang Abu Ayub di makamnya itu sebagai orang suci. Yang mencengangkan, para ahli sejarah yang mencatat peristiwa-peristiwa itu berkata, “Orang-orang Romawi sering berkunjung dan berziarah ke kuburnya dan meminta hujan dengan perantaraannya, bila mereka mengalami kekeringan.” Jasad Abu Ayub Al-Anshari masih terkubur di sana, namun ringkikan kuda dan gemerincing pedang tak terdengar lagi. Waktu telah berlalu, dan kapal telah berlabuh di tempat tujuan. Abu Ayub telah menghadap Ilahi di tempat yang ia dambakan.

Teman-teman, sebagai guru kita perlu memberikan inspirasi kepada generasi Robbani kita. Satu hal yang kita bisa belajar dari Abu Ayyub Al Anshori adalah konsistensi dalam perbuatan baik di segenap kehidupannya. Dia gunakan umurnya untuk kebaikan. Dia pakai umurnya untuk menghasilkan kemanfaatan. Umurnya dia habiskan untuk menunjukkan betapa meraih surga Allah dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan harta bahkan jiwa dan raga. Janganlah berhenti beramal sebab garis finis belumlah menghampiri.  Ajaklah para siswa kita untuk dapat memiliki semangat memberikan kebaikan di sepanjang kehidupannya.
Salah satu cara bagi guru dalam mengajak para siswa dan dirinya adalah dengan membaca kisah-kisah para sahabat Nabi yang telah dijamin terbukti dalam pengamalan nilai-nilai keimanan sehingga mereka pantas mendapatkan rahmat dan karunia dari Allah SWT. Bahkan Allah SWT Ridho kepada mereka.
Sajikan kisah tersebut dalam salah satu bagian dari pembelajaran. Mintalah salah seorang siswa untuk membacakannya. Ajaklah mereka untuk mengomentari keteladanan yang dapat kita contoh. Lalu yakinkan bahwa mereka bisa mempraktekkan berbagai kebaikan dalam kehidupannya sehari-hari. Jika Bapak dan Ibu guru mampu melakukannya, maka saya jadi ingat tentang kompetensi pedagogic sebagai berikut : Kompetensi Pedagogik merupakan kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya yang meliputi: mengenal anak didiknya, menguasai teori-teori tentang pendidikan, bahan pelajaran, macam-macam teknik dan metode pembelajaran, menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) serta mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
Suhartono, M.PdKetua Departemen Pembinaan Siswa JSIT Indonesia

Sumber : JSIT Indonesia

Nasyid PRIBADI GURU SIT

Posted by Unknown On 07.53 No comments
Pribadi Guru SIT





Makna Sekolah Islam Terpadu

Posted by Unknown On 07.35 No comments
  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube